Blogroll

open all close all

News Update :

15 Oktober 2012

Info Jogja - Ini Lho Suara Wisatawan

Info Jogja - Membaca Kompasiana salah satu hobi penulis. Dengan berbagai tingkat kemampuan menulis, perbedaan latar belakang penulisnya, dan juga gaya bahasa tulisan membawa perasaan tersendiri bagi pembaca. Tertarik dengan sebuah tulisan dengan judul "Bayar Rp 5000, Asal….." ternyata berisi kritik tentang Jogja. Bercerita mengenai pengalaman kurang menyenangkan ketika berada di Kota Jogja ini. Bagus sebagai bahan masukan bagi siapa saja, khususnya pemilik Jogja, rakyat dan pemimpin untuk tetap memperhatikan tamu demi kebaikan Jogja sendiri. Kami terbitkan sesuai aslinya untuk lebih bisa memaknai, dan melakukan koreksi.

Siapa yang tak kenal Jogja. Kota tujuan banyak wisatawan domestik maupun mancanegara. Bagi yang punya hobi berwisata, belanja, hingga icip=icip aneka
kuliner, tersedia di kota ini. Nah kebetulan, cuti kerja kemarin saya menyempatkan diri berperan sebagai salah satu pengunjung kota gudeg ini. Kesan pertama ketika tiba sekitar pukul delapan malam di stasiun Lempuyangan, Yogyakarta adalah ramah. Warganya iya, tapi ada yang lebih ramah lagi. Bapak penarik becak. Ya, di sudut-sudut kota Jogja, wisatawan akan disambut ramah dan superrr ramah oleh para penarik becak.
Mulai mencarikan penginapan, berbelanja, hingga mengantarkan ke berbagai tempat tujuan di kota gudeg ini. Saking istimewanya, tarif yang ditawarkan untuk mengantar wisatawan berkeliling terbilang sangat murah. Rp 5.000. Uang yang biasanya hanya cukup untuk membeli jus atau snack ini, bisa membawa ke beberapa tempat di kota Jogja.

Eit, jangan senang dulu. Ongkos naik becak yang super murah ini akan berlaku jika anda menuruti apa yang disarankan oleh paman becak. Dibawa ke tempat penginapan, anda akan menginap di sana. Dibawa ke pusat batik atau kaus Dagadu, anda akan berbelanja di sana. Dibawa ke toko bakpia pathok, anda juga akan berbelanja bahkan memborong banyak bakpia. Jika tidak, bukan hanya muka masam yang diterima, tetapi ongkos naik becak bisa naik hingga empat kali lipat. itu yang saya alami.

“Mari bu saya antar ke pusat batik, Dagadu, atau cari bakpia. Lima ribu saja bisa ke beberapa tempat,” ucapan tawaran paman becak di Jogja.
Kejadian pertama ketika tiba pada Rabu 26 September lalu. Malam pertama di Jogja, saya yang ditemani mama langsung meluncur ke arah Malioboro. Usai menyantap makanan khasnya, nasi gudeg, seorang paman becak menghampiri.

Dengan penawaran ongkos yang murah, Rp 5.000, akhirnya saya dan mama bersedia dibawa keliling ke beberapa toko pusat baju batik dan kaus Dagadu. Lokasi pertama, entah di jalan mana, paman becak membawa ke sebuah jalan yang di sisi kanan dan kirinya terdapat deretan toko yang menawarkan ragam busana batik, tas batik, hingga kaus Dagadu. Waktu itu, hampir tengah malam, sekitar pukul 00.00 (jam dua belas malam).

Karena lelah baru saja tiba di Jogja, saya dan mama tak memiliki niat belanja. Kami hanya asyik melihat busana khas batik dari satu toko ke toko lain. Bahkan saya pun menyarankan mama agar berbelanja pada hari terakhir kami di Jogja.Karena tujuan utama memang hanya untyk rekreasi. Berkunjung ke tempat-tempat wisata.

Ketika sudah mengunjungi beberapa toko dan tak memutuskan untuk membeli, paman becak pun menawarkan kembali melihat toko lain yang belum dikunjungi.
“Kalau di sini tidak cocok, mungkin di sana cocok,” ujarnya.
Saran ini kita terima tak hanya satu kali bahkan berkali-kali. Hingga akhirnya saya memaksa untuk pulang menuju ke arah hotel, tempat kita menginap. Sayangnya, permintaan tak langsung dipenuhi. Paman becak malah membelokkan arah ke pusat kaus Dagadu lainnya.

“Ya mungkin di sini ada yang cocok,” ujarnya.
Karena bt. waktu sudah menunjukkan sekitar pukul satu dini hari, wajah pun ikut merengut. Mama pun langsung bereaksi dengan hanya berkeliling melihat model kaus yang ada dan kembali naik becak. “Pulang aja pak sudah malam, kita capek,” ketusku.

Ketika sampai di hotel, ongkos yang semula Rp 5.000 pun naik hingga empat kali lipat. Entah apa alasannya, dengan ketus paman becak mengatakan jaraknya yang cukup jauh. Karena lelah dan tak mau banyak omong, saya pun membayar ongkos becak empat kali lipat dari harga awal.

Singkat cerita, pertanyaan keanehan paman becak terjawab ketika si empunya hotel bercerita. Hari kedua di Jogja, saya memutuskan untuk memperpanjang menginap selama dua hari ke depan. Karena dua hari, celetukan memimta diskon pun terlontar ketika berhadapan dengan pemilik.

Sayangnya, jawaban yang didapat bukan iya atau oke. Tapi pemilik hotel di Jalan Juminahan itu melontarkan pertanyaan yang aneh. “Diantar becak nggak,” tanya pria tua bertubuh tambun itu. Saya langsung terdiam dan menjawab dengan heran, “iya pak,”. “Nah kalo kaya itu nggak bisa,” ujarnya.

Bapak pemilik hotel yang berada di pinggir jalan pun akhirnya menjelaskan. Jika paman becak yang saya tumpangi akan terus memantau hingga akhir. Satu hari, paman becak mendapatkan persenan Rp 20 ribu per malam. Jadi, ketika saya menginap tiga malam, paman becak akan mendapatkan Rp 60 ribu.

Padahal, tarif hotel yang saya tempati sudah cukup murah, Rp 90 ribu per malam, dengan fasilitas kamar tidur berdua dan kamar mandi di kamar. Sang pemilik hotel pun akhirnya bercerita. Jika uang yang masuk ke hotelnya Rp 70 ribu saja, Rp 20 ribu untuk persenan paman becak. Hal ini, terangnya, berlaku hampir di semua penginapan dan perbelanjaan di kota Jogja. Bahkan, ia menjelaskan ada salah satu penginapan yang hanya menerima 30 persen dari harga sewa kamar, dikarenakan harga yang ditentukan paman becak sangat tinggi. Itu juga berlaku untuk pembelian aneka busana batik dan kaus Dagadu. Maka jangan heran bila paman becak bisa menawarkan tarif yang cukup murah untuk berkeliling kota Jogja.

“Dari harga dua ratus ribu pemiliknya cuma dapat tiga puluh persen, ada itu. Satu kaus Dagadu mereka dapat Rp 25 ribu, satu kotak bakpia dapat Rp 4.000. Kita juga dilema. Di sisi lain seperti ada permainan, tapi kalau kita tidak ikut nanti tamu tidak dibawa ke sini,” keluh pemilik hotel.

Sebenarnya sah-sah saja paman becak melakukannya. Asal, kenyamanan wisatawan tetap terjaga. Jika tidak jadi menginap atau berbelanja, tetap mendapat senyuman. Tidak mendapatkan muka masam atau ditinggalkan di tepi jalan seperti yang saya alami hiks.


Terima kasih kepada penulis dengan inisial Restu pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 00:03 di http://m.kompasiana.com/post/jalan-jalan/2012/10/02/bayar-rp-5000-asal/
Semoga menjadi koreksi bagi kami, warga Jogja untuk berbuat lebih baik lagi di masa mendatang. Meski kami yakin tidak semua tukang becak berlaku demikian.(Info Jogja)
Berbagai ejaan untuk menyebut Yogyakarta karena perbedaan logat maupun bahasa, Jogja, Yogja, Yogyakarta, Jogjakarta, Yogya, Yogyakarta, Jogyakarta, Yogyakarta, Ngayogyokarto, Ngayogjokarto, atau dengan plesetan NewYorkarto memang begitu menarik untuk dikunjungi.

Dengan beragam sebutan sebagai Kota Pelajar, Kota Pendidikan, Kota Wisata, Kota Sejarah, Kota Perjuangan, Kota Budaya, pantas saja jika orang luar penasaran bagaimana suasana kehidupan di Jogja.
 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. JOGJA DAMAI . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger